Kamis, 24 Januari 2013

GUNUNG BAWANG


Di Kaki Gunung Bawang, Bengkayang berada. Sebelum dimekar menjadi kabupaten yang otonom, kota ini merupakan bagian dari Kabupaten Sambas. Pada 27 April 1999, pemerintah membentuknya menjadi Kabupaten Bengkayang dengan ibukota Bengkayang. Sebab dikelilingi oleh gunung, Bengkayang, meski panas menggeram, tetap menyebarkan hawa sejuk sebab masih banyak dikelilingi oleh hutan. Setelah matahari terbenam, udara suhu ikut turun dan udara menjadi lebih sejuk. Gunung Bawang yang berada di kabupaten ini merupakan gunung yang dikeramatkan oleh Suku Dayak.
Perjalanan menuju Bengkayang, kami lewat hutan lindung. Jalur utama menuju Bengkayang kami lewati pendering jika dari arah Singkawang. Itulah nama jalur ini sering disebut oleh warga setempat. Jalur ini sudah ada sejak jaman Belanda dan dibuat oleh pemerintahan dagang Belanda, yang kala itu hendak mengakut hasil bumi dari hutan Kalimantan menuju kota dagang, Singkawang atau menuju Pontianak. Jalurpendering merupakan jalur penghubung Singkawang dan Bengkayang dan kota selanjutnya. Jarak tempuh antara Singkawang ke Bengkayang tak kurang dari 2 jam.
Jalur pendering berliku-liku. Perjalanan lewat jalur pendering mengingatkan saya pada jalur lain di Sumatra Barat lewat kelok 44. Kendaraan kami harus melewati hutan lindung dan perkampungan Dayak Bakati’. Tak ada lampu sepanjang jalan di hutan ini. Cahaya lampu dari mobil atau motor yang membuat jalur menjadi terang dan bisa dilewati. Seringnya, lampu sorot mobil yang dipakai sehingga jarak pandang bisa jauh.
Karena jalur hutan yang berbukit dan lembah, maka hampir sepanjang perjalanan, sinyal telepon genggam saya seringkali lenyap. Ya, daerah ini menjadi wilayah dengan paling banyak blank spot, sebab hampir sepanjang perjalanan, tak ada sinyal di handphone. Sekitar satu jam perjalanan, kami berhenti di tengah tol hutan. Kebetulan di tengah tol itu ada satu perkampungan penduduk Dayak Bakati’. Kami singgah untuk rehat sebentar, sambil mengobrol dengan penduduk lokal.
Yang menarik adalah melihat perkembangan kota ini selama 13 tahun terakhir. Infrakstruktur mulai terbangun dengan rapi. Jalan-jalan baru dibuka. Pembukaan lahan baru untuk lokasi perniagaan, perumahan, bisnis, dan perkantoran pemerintah . Tapi masih haru sada usaha promosi sehingga kota ini bisa mengembangkan daya tawar akan potensi bisnis, wisata, atau lainnya yang ada di kota ini. Salah satu infrakstruktur yang cukup menarik untuk dilihat adalah kompleks perkantoran pemerintah yang berada di satu area. Pemerintah Bengkayang membangun kantor pemerintahan yang terpusat di mana kantor bupati dan kantor-kantor dinas lainnya berada satu atap.
Komitmen untuk membangun pemerintahan yang transparan cukup tinggi, terbukti dengan keinginan untuk bisa segera mengaplikasikan Undang Undang No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sayangnya, dari segi kapasitas sumber daya manusianya masih belum cukup memahami tentang aplikasi dan implementasi UU tersebut. Sementara media warga lebih banyak menyerap informasi lewat televisi. Sehingga budaya visual berkembang dengan baik di sini. Sementara untuk media cetak belum cukup berkembang di Kabupaten Bengkayang. Kalau berharap media nasional yang datang dari Jakarta bisa sore atau keesokan harinya warga baru baru bisa membaca berita dari koran. Sementara koran dari Pontianak juga tibanya siang. Koran lokal tak ada. Radio hanya ada satu untuk sementara dan itu merupakan radio komunitas. Sehingga pengembangan media merupakan satu kesempatan yang baik ke depan.
Sisi lain, Jalan di pusat niaga kota ini sempit dan kotor. Banyak sampah dibuang di sebarang tempat. Belum lagi, gabungan pasar tradisional menyebabkan bau sampah basah yang ada di sudut-sudut jalan menyebar tak sedap. Membuat lingkungan yang bersih dan nyaman menjadi satu hal lain yang harus diperhatikan bersama. Jangan sampai sampah menumpuk di mana-mana. Bahkan di pinggir jalan besar. Tak lucu kalau mau berkunjung ke kantor Bupati, kita harus lewati jalan yang penuh dengan sampah.
Hal lainnya, jika berkunjung ke Bengkayang Anda bisa tinggal di sebuah hotel yang menggunakan gaya arsitektur rumah Betang. Namanya hotel Lala Golden. Harga kamar hotel di Lala Golden berkisar antara 250 ribu hingga 350 ribu. Hotel juga memberikan sarapan pagi. Selain itu juga ada kolam renang.
Kota Bengkayang masih akan terus berkembang. Sebagai salah satu kabupaten baru, akses informasi publik dapat membantu masyarakat ikut berkembang. Masyarakat Bengkayang bisa punya masa depan yang baik dan menjadi kota yang paling menyenangkan sebagai tempat tinggal jika warga mulai diajak ikut berpartisipasi dalam setiap perencanaan pembangunan. (h).

0 komentar:

Posting Komentar